Tuesday, 17 July 2012

Statement of Intent


The unknowns for scientists is like the wilderness for explorers - it is a blessing of discovery, the thrill of adventure. So come, my love, let us go into the wild! We have oceans to sail, mountains to climb, and wilderness to explore. In short, we have the world and beyond to discover! Let us push the boundary of the known world. We shall be the first human to witness the new world. First eyes to see, first ears to hear, the first human to know the new world. For we are its discoverer.
But, my love, I shall warn you, the road won’t be easy. For we will walk paths never trodden before. Without any guidance - not even maps nor stars to show us the way. Without any assurance that our resources is enough to carry us. And at times, we will have to force our heart and nerve and sinew to serve us long after they are gone. But, we shall endure, my Love! We will hold on, with nothing except our Will which says to them: ‘Hold on!’.
Since it is our passion.
It is the reason of our existence.

Saturday, 14 July 2012

Kerusakan Struktur Jalan


Mirza Adrian NP (150 08 040)
Gini Arimbi (150 08 044)
Ditulis untuk artikel di Majalah Cremona 2012

Jalan merupakan infrastruktur terpenting dalam sistem transportasi darat di Indonesia. Terjaminnya struktur perkerasan yang baik akan menjamin keberlangsungan sistem transportasi yang baik pula. Namun, struktur jalan yang tersedia di dalam sistem transportasi darat ternyata belum mampu untuk memenuhi standar sehingga sistem transportasi darat di Indonesia tidak bisa memberikan layanan yang memadai. Akibatnya, terjadi banyak kerugian yang harus ditanggung oleh pengguna jalan baik secara makro maupun mikro. Secara mikro, kerusakan jalan menyebabkan kerusakan pada kendaraan dan pengurangan laju kendaraan sehingga menambah biaya operasi kendaraan dan memperlambat waktu tempuh. Pengaruh ini akan memperlambat keberjalanan ekonomi secara makro karena memperlambat perdagangan dan mempengaruhi aksesibilitas barang. Oleh karena itu, kondisi jalan yang baik harus dicapai untuk menghindari hal-hal ini.

Kerusakan pada struktur jalan terbagi menjadi dua kriteria besar: retak dan deformasi permanen. Kerusakan retak adalah kerusakan struktur jalan yang terjadi akibat pelepasan lapisan permukaan dari lapisan bawahnya. Kerusakan ini terjadi akibat beban tarik yang terjadi di lapisan permukaan melebihi kapasitas tarik bahan perkerasan. Sementara kerusakan deformasi permanen adalah kerusakan yang terjadi akibat penurunan permukaan tanah. Kerusakan ini terjadi karena beban yang diterima oleh jalan tidak mampu dipikul oleh lapisan tanah dasar. Kerusakan-kerusakan ini terjadi akibat beberapa faktor, antara lain perilaku pengguna jalan, pengaruh lingkungan, dan pelaksanaan konstruksi struktur perkerasan jalan. Seluruh faktor tersebut harus direkayasa untuk menjaga kondisi jalan yang baik.

Wednesday, 4 July 2012

Belajar Membaca

Mirza Adrian NP

Masihkah Anda ingat saat Anda kecil dan baru mulai belajar membaca? Saat kita baru bisa mengeja, menyuarakan aksara sesuai dengan ajaran lingkungan kita? Bahwa huruf “A” berbunyi “ā” bukan “ĭ”. Kemudian kita belajar untuk merangkai huruf-huruf itu menjadi sebuah kata. Kata kemudian dirangkai menjadi kalimat. Lalu kita mulai berkenalan dengan Ibu Budi yang memasak di dapur, Bapak Budi yang bekerja di kantor, dan Budi yang suka bermain bola. Seiring dengan waktu, hal-hal yang kita baca semakin kompleks. Buku-buku sudah banyak yang habis kita baca, mulai dari buku pelajaran hingga novel-novel sudah ditamatkan. Beberapa bahkan berkali-berkali. Namun sudahkah kita membaca?

Kita bisa membaca karena manusia sebagai makhluk yang berakal mempunyai kemampuan untuk memproduksi dan mengonsumsi simbol. Selain itu, manusia juga telah menciptakan bahasa lisan dan tulisan sebagai medium untuk berkomunikasi, untuk menyampaikan simbol yang sudah diproduksi kepada penerima yang akan mengonsumsi. Sehingga proses membaca pada dasarnya adalah sebuah proses mengartikan dan memaknai, mengubah simbol-simbol, dalam kasus ini adalah aksara, menjadi suatu abstraksi yang bermakna di dalam kepala kita. Namun, simbol tidak terbatas hanya pada aksara, segala sesuatu yang bisa dimaknai lebih dari penampakan fisiknya adalah simbol. Dengan kemampuan kita untuk memproduksi dan mengonsumsi simbol, kita bisa membuat segala sesuatu menjadi simbol dan kita juga bisa membaca segala sesuatu sebagai simbol. Contohnya, sebuah garukan di kepala bisa diartikan sebagai kebingungan, bukan sekedar gatal yang harus digaruk. Maka dengan cara yang sama, kita seharusnya juga bisa membaca pohon, angin, daun, langit, atau apapun di sekitar kita. Akan tetapi, kita sepertinya sudah kehilangan kemampuan kita untuk membaca lingkungan di sekitar kita.

Zaman modern telah meredam kemampuan kita membaca lingkungan sekitar kita. Zaman ini telah menutup pembacaan manusia terhadap lingkungan menjadi sebuah pembacaan yang mekanistis, terstruktur, dan rasional. Tak ada lagi tempat untuk hal-hal yang gaib, spontan, dan irasional. Padahal sebagian dari kemanusiaan kita terletak di dalam kegaiban, spontanitas, dan irasionalitas itu. Hal ini wajar karena pengalaman manusia modern tentang lingkungan adalah sebuah pengalaman eksploitasi dimana alam adalah sumber daya yang diolah menjadi pemenuh kebutuhan manusia. Maka, ketika kita melihat pohon, yang kita baca adalah nilai guna dari sebuah pohon. Karena secara rasional, sebuah pohon akan lebih baik (baca: menguntungkan) jika dibuat menjadi mebel atau minimal penghias taman.

Padahal ada pemaknaan lebih yang bisa kita dapatkan pada pohon, lebih dari sekedar keuntungan dan nilai guna. Ada yang gagal kita baca, ada kegaiban yang gagal kita rasakan. Ada pesan dalam sepoi angin yang menggoyang dedaunan yang gagal kita maknai dalam keseharian kita. Ada keindahan yang selalu terlewati di sana. Ada yang harus kita temukan kembali dari sekitar kita. Sesuatu yang telah lama tidak kita baca hingga kita lupa cara membacanya. Ada yang harus kita pelajari kembali cara membacanya.

Selamat membaca!