Sunday 10 October 2010

Mimpi

Orang-orang kerap berkata padaku untuk lekas bermimpi. Mereka bilang, di dalam mimpi aku bisa menjadi apa saja yang aku mau.

"Engkau bisa bermimpi untuk membangun sebuah negeri yang damai dan asri; atau membuat sebuah obat yang membuat orang-orang senantiasa sehat; atau menciptakan benda yang sangat berguna bagi umat manusia." Kata mereka menggurui.

"Sabar," ujarku sambil dikelilingi oleh gambar dan bunyi-bunyi, "Aku sedang merangkai mimpi dari sekotak televisi. Saat ini aku sedang menyusun iklan-iklan ini menjadi mimpiku sendiri. Akan kuberitahukan padamu jika sudah selesai."

Puisi-Puisi

Tentang Waktu
Waktu adalah pembunuh bayaran yang disewa
Tuhan untuk membunuh makhlukNya dengan hati2 sekali.
Dia membunuh dengan lembut
hingga korbannya tidak merasakan sakit sama sekali.


Hujan I
Hujan yang bersijingkat di antara mimpi,
membasuh debu yg mengendap,
menyegarkan udara yang mulai pengap,
menyadarkan kita bahwa ada tempat untuk berteduh.


Hujan II
Hujan mengetukngetuk atapmu tapi kau tak keluar,
Dia sabar menunggumu di sebuah genangan kenangan yang tenang tapi kau tak datang.
Hujan sangat ingin bertemu denganmu.


Hujan III
Hujan ingin mencium sepimu
Hujan ingin memeluk kesahmu
Hujan ingin menidurkan risaumu
Hujan selalu merindukanmu.


Hujan IV
Kusaksikan hujan
dengan keheranan
perjumpaan pertama
Adam dengan dunia.

Kusimak tiap ketuk
langkahlangkah basah
yang tanpa bahasa berkata:
Aku ada.


Hujan V
Aku ingin engkau datang sebelum terik mentari,
Agar biasbias cahaya bisa menjadi warnawarni pelangi.

Aku ingin engkau datang setelah kemarau,
Agar tetestetes berkah bisa menjadi basah di lahanlahan resah.

Aku ingin engkau datang di waktu senja,
Agar bisa engkau menemaniku saat sudah tiba malamku.


Pagi
Daun jatuh tanpa suara;
Angin berhembus tanpa gramatika;
Bau udara setelah hujan yang selalu berkata entah apa;
Senyum bianglala yang kerap menguntai sajaksajak paling makna
yang Kau hadirkan di Bumi tanpa bahasa.


Ma’rifat
Tidak perlu mengerti,
kelahiran,
kematian,
mereka,
Dia,
atau bahkan
saya,
Asal sadar tentang cinta.


Beringin
Beringin itu ikhlas merindang
Untuk siapa saja yang butuh.
Dia tidak meranggas dikala panas,
Tidak takut menghadang angin yang datang.
Dia akan selalu teduh tanpa pernah mengeluh.


Cemara
Cemara di halaman rumahmu hanya bisa terdiam ketika engkau, orang yang menanam dan merawatnya selama ini, pergi dan mungkin tak kembali. Dia akan tetap menunggu; melawan terpaan angin yang sangat senang jika melihatnya terjatuh atau malam yang selalu membuatnya menggigil. Supaya jika engkau kembali suatu saat nanti, engkau akan tersenyum bangga melihatnya tetap tegak berdiri.


Sufi I
Setelah lama menyendiri,
Dia akhirnya menjadi pencinta sepi.
Kini, dia selalu rindui sunyi.
Dia paham sekali,
Di balik sepi yang hakiki,
Tersembunyi yang Mahaesensi.


Sufi II
Sementara kau menjelma sunyi,
Aku menjadi petapa ulung yang pandai bersemedi:
Penafsir sepi yang paling hakiki.


Sufi III
Mana gunung yang paling tinggi?
Biar kudaki!
Aku ingin peluk Rembulan!!!


Mudik
Setelah lama merantau di kotawaktu,
Akhirnya aku pulang ke dalam tubuhmu.
Bernaung di rerimbun puisi yang kutanam di hatimu dulu,
Menenggak cahaya yang mengalir dari sendang matamu.


Kota I
Kota ini sudah tak pernah lagi melihat sepi ataupun sunyi.
Sungguh sunyi hidup kami tanpa sepi di kota ini.
Tolong...
Berikan kami secercah sepi agar kami bisa sejenak bermimpi;
Agar kami bisa bertemu diri kami sendiri.


Tentang Sepi I

Setelah lama aku tidak bertemu sepi,
Aku jadi takut pada sepi.
Takut jika pada suatu sunyi,
Sepi akan datang menghampiri
Menarikku ke kamar mandi
Dan memaksaku melepas baju yang selalu melekat di tubuhku selama ini.

"Mandi!" Hardik sepi.

Aku takut mandi.
Aku takut melihat tubuh telanjangku sendiri
Takut jika tubuhku tidak seindah tubuh yang diiklankan televisi.


Tentang Sepi II
Kata seorang dukun sakti di televisi,
sepi tidak akan menghampiri orang yang mengenakan jimat sakti.
Jimat itu bernama iklan dan bisa dibayar dengan harga diri.
Tanpa pikir panjang, jimat itu kubeli untuk menakuti sepi.

Ampuh!
Sekarang sepi tidak pernah lagi
menggeranyangi tubuhku yang ditempel berbagai macam iklan yang pernah ditayangkan di televisi.
Sekarang aku bisa hidup bahagia tanpa sepi.
Aku selamat dari mandi.
Aku tak perlu lagi melihat tubuh telanjangku sendiri.


Tentang Sepi II

TOLONG!!!

Saya dikepung katakata!!


Catatan Kuliah I
Aku rindu pada biru
Langit hijau
Rumput kuning menyala
Matahari bening
Embun pagi
Yang tak terangkum
Akal
Manusia


Catatan Kuliah II
Datang akal
Hilang pohon
Hilang laut
Hilang pohon
Hilang gunung
Hilang jagad
Hilang semesta
Hilang awan
Pergi Tuhan
Hilang Kita

Kembalikan
Langit Laut Awan
Pohon Hujan Jagad
Tanah Rumput Gunung
Semua
Semesta
Ke dalam diri kita

Kembalikan
Keluasan diri
Serupa Dewa Ruci.


Kerja Bakti
Kotaku lagi mempercantik diri.
Temboktembok nurani di cat ulang, dibersihkan dari grafiti agar putih kembali. Hati sedang direnovasi, dipugar dan dibarukan lagi. Perut jadi kawasan industri dimana rasa yang kusam dibuat jadi warna warni.


Petak Umpet
Ada yang bersembunyi.
Di dalam reremang pagi,
Di selasela puisi yang mencari arti.
Di balik gerimis senja yang menari.

Ada yang mencari.
Merasuk ke lubuk hati yang paling sunyi,
Membabat semua syahwat dan segala birahi,
Lalu berharap pada suatu sepi,
Akan bertemu rindu yang menarinari jadi seekor puisi.


Mayat I
Mayatku bersembunyi di bawah aspal jalan di sebuah kota yg aku sendiri tidak tahu dimana.
Kususuri bayang2 Guevara berharap mayatku bersemayam dibaliknya.
Kuikuti jejak Gie berharap mungkin mayatku terkubur di bekas langkahnya.
Di reremang sajak Chairil aku mencari mayatku yg mungkin tersesat di antara lariknya.
Hingga saat ini mayatku belum kutemukan juga.
Mungkin aku dan mayatku akan saling mencari sampai akhirnya bertemu di sebuah kuburan entah dimana.


Mayat II
Badan yang kukenakan sekarang
sebenarnya adalah mayat yang kubeli di pojokan sebuah iklan.
Lalu kusempurnakan dengan topeng yang kupahat sendiri,
kubuat mirip dengan yang ada di televisi.


Gerilya
Di loronglorong nadi,
Sedang berperang para gerilyawan sepi,
Melawan kedaulatan hati.
Tapi hati tak mau kalah,
Melawan dengan pasukan puisi.


Pasar Malam
Malam ini kamarku jadi pasar.
Ada sepi yg ribut mengamen.
Ada rasa yang jualan makna.
Ada hati yg jualan rindu kualitas ekspor
Ada puisi yg menawar cinta dari katakata.
Ada aku yg menawar tidur dari kasur.


Arwah makna
Mengurai jadi kata,
Menari jadi rasa,
Meriak jadi cinta,
Menjelma jadi kau.


Puisi
Di taman hatiku seekor puisi bernyanyi
Kicaunya menggema di lubuklubuk sunyi
Menggetarkan ronggarongga yg dulu sepi.


Mantera
Dukunkata
telah meneluh rasa
dengan mantera:
mukamukamukamuka
mukamukamukamuka
mukamukamu..


Cinta Setaman
Sudah kutanam-tumbuhkan cinta setaman di hatiku,
Kubiarkan dia melebat di kebun batinku.
Jika dirimu lelah menghadapi terik waktu,
Silahkan engkau berteduh dalam diriku.


Lihat!
Tanganku di akar rumput
Lebih banyak
Yang bisa kusentuh
Lebih dari
Yang bisa engkau rengkuh.


Merdeka!
Kuatkan hati,
Ambil belati,
Tancapkan ke ulu hati!
Dalam mati
Kemerdekaan
Menanti.


Perempuan Malam
Dia datang
Perempuan yg membawa malam di hitam rambutnya
Dan rembulan di cerlang matanya.
Dia masuk merasuk ke dalam mimpiku
Menjajah ranah khayalku
Hingga di benakku
Hanya tersisa malam
Dan rembulan
Dan bintang.


Harakiri
Katakata memilih harakiri daripada mereka dihafal untuk menipu hati.


Penyair
Seorang penyair
bersimpuh
di atas
batubatu sepi.
Menyaksikan:
Seisi dunia mengurai jadi puisi.


Sajak Tentang Sepasang Kekasih Yang Diilhami Mata Kuliah Hidrologi
Laut selalu beriak senang saat sungai
membawa tetestetes rindu hujan yang
dicurahkannya dari balik gunung.
**
Hujan selalu menderai riang
karena tahu sungai akan selalu membawa tetestetes rindunya
kepada laut yang jauh disana.
**
Sungai selalu tenang
mengalirkan riang hujan kepada laut yang beriak senang.
Tak pernah ia berkata tidak kepada sepasang kekasih
yang selalu merindu
tanpa pernah bertemu.
**
Jika tak ada hujan laut tak ada.
Jika tak ada laut hujan tak ada.
Keduanya terikat dalam hukum alam paling purba
yang membuat satu ada untuk lainnya.