Surat Muhammad Ibnu Bin Abbad kepada Yahya Al-Sarraj.
Segala puji bagi Allah semata
Seseorang yang ingin menempuh jalan kebenaran dan selamat dari musuhNya, terbebas dari bisikan-bisikan hawa nafsu yang sempit, dan ingin melapangkan inti wujudnya, mestilah lurus perilaku lahiriah dan batiniahnya kepada Allah dalam segala keadaan. Singkat kata, yang dibutuhkan guna memperoleh tambahan dari Allah adalah rasa syukur. Fondasi rasa syukur adalah mengakui keagungan dan transedensi Tuhannya, dan menyadari kekecilan, kerendahan, kekurangan, dan kelemahannya sendiri. Seseorang yang telah menyadari sepenuhnya kedua dasar ini akan memikirkan kata-kata serta berbagai tindakannya yang, berkat Allah SWT, terjadi dalam dirinya dan juga tahap-tahap yang ditetapkan oleh Allah SWT yang telah membawa dirinya ke tempat dia berada sekarang. Dari sana dia bergerak maju – berkat kemurahan, rahmat, kemahakuasaan, serta kebaikan yang berlimpah dari Allah kepadanya – menuju ke tahap yang tak terpahami oleh intelegensi dan pemahaman. Dari sana pula, cinta dan kekaguman menggerakkan orang tersebut untuk bersyukur kepada Allah SWT, lantaran dia sepenuhnya menjadi peka pada nikmat Allah SWT dan pada cara dia bertindak yang mesti ditempuhnya di hadapan Allah.
Misalnya saja, manakala seseorang melihat dirinya sebagai hamba yang patuh, dia bergembira dengan apa yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, walaupun dia tidak memiliki kedudukan yang penting dan layak menerimanya. Sungguh tak banyak orang yang menerima karunia dan anugrah seperti itu! Kemudian, orang mestilah berkelakuan baik kepada Allah dengan menyempurnakan ketakwaannya serta menghilangkan kekurangannya, dengan niat suci demi Tuhannya, Allah SWT. Orang yang memandang dirinya demikian dan berbuat demikian, akan jauh lebih baik daripada orang yang tidak berbuat demikian karena dengan begitu dia akan mengahbiskan waktunya dengan kepatuhan dan segala macam ibadah.
Situasi serupa akan berlaku jika seseorang melihat dirinya memiliki kesehatan jasmani atau kekayaan materi, betapapun kecil jumlahnya. Hendaknya dia bergembira dengan itu dan bersyukur kepada tuhannya atas hal itu, seraya mengetahui bahwa dia sebenarnya tidak layak memperolehnya. Dalam hal ini, perilaku yang tepat adalah memanfaatkan dua berkah itu untuk mematuhi Tuhannya, bukan untuk menentangnya. Betapa banyak orang sakit atau miskin, yang menginginkan anugerah semisal ini tapi tak pernah mendapatkannya.
Jika seseorang berdosa, lalai atau bertindak tidak pantas, dia harus dapat memerhatikan berkah dan rahmat Allah yang tersembunyi dalam kondisi itu. Sebab, yang demikian itu akan mendorong seseorang untuk memeroleh ketakwaan kepada Allah, bertindak melawan perasaan mementingkan dirinya sendiri, serta berlindung kepada Tuhannya. Seperti dikatakan hadis qudsi, “Jika engkau tidak pernah berdosa, aku takut kalau-kalau engkau akan terjerumus ke dalam keadaan yang lebih buruk: kesombongan.” Betapa banyak orang melakukan dosa besar dan memandangnya sebagai sumber kesenangan! Dalam hal ini, perilaku yang paling tepat adalah tekad kuat untuk bertobat dan ketakwaan terus menerus kepada Allah, disertai penyesalan yang dalam, doa, dan air mata.
Akhirnya, bila sesorang mendengar atau membaca nasehat seperti ini, dia semestinya bersyukur kepada Allah dan merasa gembira dengannya. Betapa banyak orang yang menjadi budak kelalaian, mereka mencari nasehat tapi tidak bisa mendapatkan orang yang memberi nasehat! Perilaku yang tepat dalam konteks ini adalah memerhatikan nasehat dan menyampaikannya kepada orang lain.
Fondasi semua ini adalah sikap tulus dan ikhlas seseorang yang membutuhkan Allah SWT dan memohon agar Allah memberinya sikap demikian secara sempurna dan membantu dirinya untuk mencapai hal itu. Barang siapa menerima anugerah dan nikmat ini, dia mesti bergembira dan bersyukur kepada Allah SWT atas hal itu. Betapa banyak orang tenggelam dalam cinta-diri sehingga mereka hanya mengandalkan intelegensi dan kepandaian mereka sendiri! Di sini, perilaku yang tepat adalah mencurigai hawa nafsu agar mengetahui kehampaannya.
Segala sesuatu yang tertulis di atas tersirat dalam sebuah hadist sahih: “Perhatikan orang-orang yang lebih rendah dari kamu dan jangan memerhatikan orang yang lebih tinggi darimu; dengan begitu engkau tidak memandang kecil karunia dan anugerah Allah SWT kepadamu.” Semoga Allah memberikan kita kejayaan. Tidak ada yang lebih berhak disembah dan diibadahi kecuali Dia.
Muhammad Ibnu Abbad adalah seorang sufi aliran Syadziliyyah yang hidup di Maroko pada tahun 1332-1390. Beliau menulis sejumlah surat dari Sale tentang bimbingan spiritual yang ditujukan kepada para sahabatnya di Fez. Kumpulan surat ini kini terbit dengan judul Surat-Surat Sang Sufi dari Penerbit Mizan.
No comments:
Post a Comment