Membaca blog seorang teman, saya teringat akan sebuah buku Pengantar Psikologi Freud. Ada suatu hal yang menarik saat saya membaca buku Freud. Di dalam buku ini dijelaskan bahwa psikologi sesorang terbagi atas tiga hal: Id, Ego, dan Super-Ego. Id dijelaskan sebagai anak kecil yang selalu merengek dan meminta. Super-Ego adalah orang tua mahabijaksana yang mengatur moral dan norma seseorang. Sementara Ego adalah penengah keduanya, dia adalah orang dewasa yang rasional yang selalu mencoba untuk mengatur dan memuaskan Id dan Super Ego secara bersamaan. Id dan Super-Ego adalah dua hal yang sifatnya berlawanan yang hanya berinteraksi melalui Ego. Sehingga, pertentangan batin antara Id dan Super-Ego akan selalu membebani Ego dan bisa menyebabkan konflik batin di dalam diri seseorang. Oleh karena itu, Ego dalam keberjalanannya mempunyai mekanisme pertahanan diri untuk meredakan ketegangan dalam diri seseorang. Mekanisme itu adalah Represi, Proyeksi, dan Menahan Perkembangan.
Salah satu bentuk pertahanan diri yang menurut saya paling menarik adalah Proyeksi. Proyeksi adalah mekanisme pertahanan diri Ego yang bekerja dengan cara melimpahkan kecemasan akibat pertentangan batin ke dunia luar. Tujuannya adalah merubah kecemasan neurotis menjadi kecemasan objektif. Dengan cara ini, Ego merubah bahaya dari Id dan Super-Ego yang sulit untuk dihadapi menjadi bahaya dari luar yang lebih mudah untuk dihadapi. Singkatnya, Ego menyalahkan dunia luar (kondisi atau orang lain) untuk membenarkan kesalahan kita sendiri sehingga kita tidak merasa bersalah. Contohnya ketika kita gagal saat ujian, kita menyalahkan soal yang terlalu sulit, bukan kita yang kurang belajar. Dalam kasus ini, Ego kita membentuk suatu solusi untuk memuaskan Super-Ego yang menyalahkan kita karena kurang rajin dan Id yang menuntut kepuasan mendapatkan nilai bagus dengan cara melimpahkan kesalahan pada soal ujian. Bukan kita yang kurang rajin belajar, tapi soal yang terlalu susah sehingga nilai yang baik tidak bisa kita dapatkan. Proyeksi juga bisa dilakukan dengan cara menganggap orang lain berbuat hal yang sama. Contohnya ketika kita mencontek, kita memaafkan diri kita dengan alasan semua orang juga mencontek. Proyeksi seperti ini mengakui kesalahan tetapi mengurangi kecemasan dengan cara melimpahkan kesalahan kepada lingkungan. Dengan mekanisme proyeksi, Ego dapat meredakan kecemasan dari vonis bersalah dari Super-Ego dan rengekan Id untuk mencapai kepuasan dengan menyalahkan kondisi atau orang lain.
Uniknya, menurut buku yang saya baca, proyeksi adalah perkembangan yang wajar pada manusia karena kita dididik untuk mencari sebab-sebab dari perbuatan kita (Rasionalisasi) dan dicegah untuk menyelidiki motif kita sendiri (Introspeksi). Proyeksi juga dapat mencegah datangnya hukuman dengan menciptakan alasan-alasan atau alibi. Dalam hidup kita, kita diberikan hadiah, baik moral maupun materi, untuk memalsukan kebenaran dan menyalahkan orang lain.
Di blog teman saya ini, saya merasa dia banyak menyalahkan kondisi dan orang lain untuk kesalahan yang, menurut saya, adalah kesalahan dirinya sendiri. Dari kesehariannya pun terlihat dia sangat yakin bahwa dirinya benar dan orang lain salah meskipun realitanya adalah dirinya salah dan orang lain hanya melihat. Saya kemudian berpikir, sepertinya saya juga melakukan hal yang sama. Dan mulai berpikir bahwa mungkin semua hal yang jelek di dunia ini adalah kesalahan saya, bukan orang lain atau kondisi. Sehingga yang harus diubah adalah saya, bukan orang lain. Mungkin ini yang dirasakan para perajam yang mengurungkan niat mereka untuk merajam seorang pelacur karena ada seorang bijak yang berkata "Barang siapa yang tidak memiliki dosa, silahkan lempar batu yang pertama".
Hmm... Just a thought. #NP Michael Jackson - Man In The Mirror.
No comments:
Post a Comment