Tulisan ini berawal dari keresahan pribadi penulis saat melihat kondisi kemahasiswaan di ITB selama penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan di kampus. Keresahan ini akhirnya mendorong penulis untuk menganalisis kondisi-kondisi tersebut dan berusaha untuk mencari penyebab utama dari permasalahan yang dihadapi oleh kemahasiswaan di ITB. Tulisan ini mencoba untuk mencari akar permasalahan dan menawarkan sebuah solusi untuk permasalahan-permasalahan yang kita hadapi sekarang.
Bisa kita lihat kondisi kemahasiswaan kita yang kian sepi peminat dan kegiatan, anggota yang kerap menghilang dan kegiatan yang monoton itu-itu saja, menunjukkan adanya masalah pada kemahasiswaan kita. Banyak orang yang menyalahkan mahasiswa yang semakin pasif atau kegagalan proses kaderisasi yang seharusnya membuat mahasiswa menjadi aktif. Akan tetapi, kondisi-kondisi itu hanyalah gejala yang tampak, bukan inti dari permasalahan yang utama. Permasalahan yang utama adalah adanya kehilangan tujuan dari gerakan kemahasiswaan. Artinya, gerakan mahasiswa sudah kehilangan hal yang ingin dicapai secara konkret sehingga kita terjebak dalam sebuah pengulangan kegiatan yang tidak memiliki suatu tujuan besar atau pencapaian gerakan kemahasiswaan.
Kehilangan tujuan ini dikarenakan kita sudah terjerumus dalam sebuah romantisme gerakan kemahasiswaan tanpa pernah menganalisa konsep kemahasiswaan itu sendiri. Kita menjadi penganut sebuah konsep yang kita sendiri tidak mengerti kenapa konsep itu terbentuk. Saat ini kita hanya sekedar memuntahkan kembali konsep yang kita dapat sebelumnya tanpa pernah melakukan kajian tentang relevansinya dengan kondisi yang kita hadapi sekarang. Konsep kemahasiswaan yang kita miliki sekarang sudah menjadi sebuah klise yang kita berikan praduga benar tanpa peninjauan lebih dalam. Hal ini menyebabkan kita kehilangan arah dan tujuan untuk gerakan kemahasiswaan kita. Hal ini bisa kita lihat dari kondisi organisasi kemahasiswaan yang kerap menuntut keaktifan dari anggotanya tetapi tidak dapat memberikan penjelasan yang komprehensif tentang apa yang ingin dicapai secara konkret dari berhimpun kepada anggotanya. Organisasi mahasiswa telah menjadikan kemahasiswaan menjadi asumsi sehingga tidak pernah meninjau kembali konsep kemahasiswaan itu sendiri sehingga dalam keberjalanannya organisasi kemahasiswaan menjadi monoton karena kerap mengulang hal-hal yang dilakukan sebelumnya.
Pada akhirnya, gerakan kemahasiswaan menjadi stagnan karena bingung akan apa yang ingin dicapai oleh gerakan tersebut. Kegiatan organisasi menjadi sebuah rutinitas yang tidak berkesinambungan untuk menuju satu titik. Masing-masing kegiatan mempunyai tujuan yang, walaupun dikaji cukup dalam, tidak pernah ditinjau kesinambungannya antarkegiatan. Pergerakan mahasiswa menjadi rangkaian kepanitiaan yang terpisah satu sama lain, bukan rangkaian kegiatan yang dilakukan karena ingin mencapai sesuatu. Bahkan, beberapa kegiatan hanya menjadi sekedar tradisi di organisasi. Hal ini bisa dilihat dari kesamaan kegiatan yang dilakukan oleh himpunan tiap tahunnya dan kesamaan permasalahan yang dihadapi tiap tahunnya. Setelah kegiatan selesai, tidak ada perubahan secara internal ataupun eksternal himpunan. Artinya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak menyelesaikan permasalahan yang dimiliki organisasi tersebut atau lingkungan sekitar.
Rutinitas tak bertujuan ini akhirnya menciptakan kebosanan pada anggota-anggotanya. Inilah penyebab kenapa anggota organisasi kemahasiswaan kerap menghilang. Bukan karena anggota yang semakin pasif, tetapi organisasi kemahasiswaan yang tidak bisa memberikan kejelasan arah dan tujuan kepada anggotanya. Oleh karena itu, anggota organisasi melihat kegiatan organisasi sebagai sesuatu yang memakan waktu besar tanpa kejelasan akan hasil yang didapat sehingga memilih untuk menggunakan waktunya untuk kegiatan yang hasilnya lebih jelas seperti akademik. Ini menjelaskan mengapa kegiatan-kegiatan yang bersifat keprofesian atau akademik yang jelas manfaatnya di masa depan lebih diminati ketimbang kajian yang manfaatnya lebih abstrak. Kita tidak bisa menyalahkan anggota yang membutuhkan kejelasan tujuan dan hasil dari sebuah kegiatan sebelum mereka mengikuti kegiatan tersebut. Kasus lain adalah ketika organisasi menghancurkan sendiri keaktifan anggota yang sudah mereka bentuk dalam kaderisasi mereka. Hal ini dikarenakan organisasi mengajarkan konsep yang tidak dijalani oleh organisasi itu sendiri. Semangat awal anggota yang baru memasuki organisasi tersebut menghilang karena adanya ketidaksesuaian antara apa yang diajarkan dengan apa yang dijalankan hingga akhirnya anggota membentuk sebuah apatisme terhadap kegiatan organisasi.
Masalah lain adalah adanya kebingungan dalam hal pelaksanaan organisasi. Kultur yang sudah mapan di dalam organisasi kerap dipertahankan sementara anggota baru yang masuk merasa tidak cocok dan perlu untuk mengubahnya. Akibatnya ada sebuah pertentangan di dalam organisasi itu sendiri tentang bagaimana cara pelaksanaan organisasi tersebut. Pertentangan ini menghasilkan upaya tawar menawar di antara anggota yang sudah nyaman dengan kultur yang ada dan anggota baru yang mencoba untuk beradaptasi dengan kultur yang ada. Saat upaya ini gagal, anggota baru yang tidak bisa beradaptasi dengan kultur yang ada akan menghilang dan ini menjadi masalah besar di organisasi kemahasiswaan yang sifatnya mengalir. Gagalnya organisasi kemahasiswaan untuk mengakomodasi kultur yang berbeda dari anggota barunya menyebabkan pelaksanaan organisasi menjadi sesuatu yang asing dan mengasingkan bagi anggota yang baru memasuki dan beradaptasi dengan organisasi tersebut. Ketika hal ini terjadi, wajar jika anggota lebih memilih untuk meninggalkan organisasi tersebut dan memilih untuk beraktivitas di tempat lain yang lebih sesuai.
Berbagai kondisi yang ditulis di atas adalah masalah-masalah kemahasiswaan kita sekarang yang dilihat penulis beserta analisisnya. Untuk solusi, penulis berpendapat bahwa yang harus kita lakukan adalah melakukan perubahan yang mendasar pada konsep kemahasiswaan kita. Perubahan ini bisa dimulai dari pendefinisian ulang akan apa yang ingin kita capai dari gerakan kemahasiswaan kita sehingga menghasilkan kejelasan tujuan dan arah gerak yang akan kita capai melalui kegiatan organisasi kemahasiswaan di kampus ini. Pendefinisian ini harus dilakukan bersama karena definisi kemahasiswaan seharusnya disepakati oleh semua mahasiswa. Untuk itu, penulis mengajak mahasiswa untuk berhenti sejenak dan meninjau kembali tujuan dan arah gerak kita bersama agar kita tidak terus mengulangi permasalahan yang sama setiap tahunnya sehingga bisa tercipta perkembangan dan perubahan di dalam pergerakan kita.
Selanjutnya, penulis menyadari adanya banyak kesalahan di dalam tulisan ini akibat keterbatasan penulis. Akan tetapi, penulis tidak memungkiri adanya kebenaran yang terkandung di dalam tulisan ini. Untuk itu, penulis mengajak pembaca sekalian untuk berdiskusi dan bertukar pikiran jika ada hal-hal yang menurut pembaca tidak sesuai atau perlu dikembangkan.
Demi Kemahasiswaan yang lebih baik dan untuk Tuhan, bangsa, dan almamater.
Merdeka!
Mirza Adrian NP
HMS08 040
No comments:
Post a Comment