Thursday 12 November 2015

Polisi Tidur

Mirza Adrian NP
18 September 2015

Bagi pengendara motor, untuk menghindari kemacetan di jalan-jalan utama Ibukota, salah satu alternatif yang bisa diambil adalah menggunakan jalan-jalan kecil kota Jakarta yang saling terhubung hingga penggunaan jalan utama tidak terhindarkan. Apabila opsi ini digunakan, niscaya akan menemukan banyak gundukan di jalan yang memaksa pengendara tersebut untuk mengurangi kecepatan kendaraan. Gundukan-gundukan tersebut dinamakan Polisi Tidur.

Dalam ilmu transportasi, gundukan ini biasa disebut Speed Bump dan memang berfungsi untuk memperlambat laju kendaraan (traffic calming) sehingga sering dipasang di area perumahan atau pos keamanan. Tapi entah kenapa nama Polisi Tidur digunakan oleh masyarakat luas untuk gundukan yang melintang di jalan-jalan Jakarta. Mungkin karena kegunaannya adalah  untuk "mengatur" kecepatan kendaraan seperti polisi dan posisinya horizontal atau tertidur. 

Di Indonesia, polisi tidur biasanya dibangun oleh warga atau penghuni untuk menghindari kecelakaan lalu lintas di area perumahan atau jalan depan rumah mereka. Fungsi utamanya, biasanya adalah untuk mengamankan anak-anak pada saat mereka bermain di depan rumah. Karena pembangunannya adalah hasil dari swadaya masyarakat, desain dan bahan dari polisi tidur pun beraneka ragam, bergantung pada pandangan warga terkait kebutuhan akan kemampuan gundukan yang akan mereka bangun untuk menghentikan kendaraan. Jika dirasa tidak terlalu perlu, gundukan ini dibuat cukup landai dan pendek. Tapi, jika dirasa kebutuhan ini sangat besar, tidak jarang gundukan ini dibuat curam dengan tinggi gundukan mencapai 10 cm sehingga semua kendaraan harus berhenti saat melewati polisi tidur. 

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pembangunan polisi tidur didasarkan pada kebutuhan warga untuk mengamankan dirinya. Bukan sekedar keinginan warga untuk menghentikan laju kendaraan. Sehingga, dari keberadaan polisi tidur di hampir semua jalanan Jakarta, ada beberapa kesimpulan yang didapat:
  1. Banyaknya anak-anak yang bermain di jalan menunjukkan bahwa Jakarta kekurangan lahan terbuka yang dapat digunakan oleh warganya untuk rekreasi. Hasilnya adalah penggunaan jalan sebagai tempat bermain meskipun aktivitas ini berpotensi mencelakakan diri mereka sendiri.
  2. Dari sisi pengendara, keberadaan polisi tidur menunjukkan bahwa besar kemungkinan pengendara di Jakarta melewati batas kecepatan sehingga diperlukan polisi tidur untuk memaksa mereka memperlambat laju kendaraan.
  3. Dari sisi warga yang membangun polisi tidur, keberadaan polisi tidur menunjukkan bahwa warga Jakarta tidak mempercayai pengendara kendaraan di Jakarta untuk berkendara sesuai dengan batas kecepatan. Sehingga dibutuhkan polisi tidur untuk memaksa mereka menurunkan kecepatan kendaraan dan menghindari kecelakaan.
Dengan demikian, polisi tidur yang dibangun oleh masyarakat tidak hanya menjadi gundukan yang memaksa pelambatan laju kendaraan, tapi juga menjadi gejala yang tampak akan sedikitnya lahan terbuka, hilangnya kepercayaan antar masyarakat, dan kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Ketiganya merupakan aspek kebaikan suatu kota.

Dari logika ini, disimpulkan bahwa jumlah polisi tidur yang ada di jalanan suatu kota dapat menjadi ukuran atas kelayakan suatu kota untuk dihidupi. Semakin sedikit polisi tidur yang ada, kebutuhan akan gundukan di tengah jalan ini semakin kecil. Artinya, warga memiliki ruang terbuka yang cukup, kepatuhan hukum yang tinggi, dan kepercayaan antar-masyarakat yang besar. Dengan banyaknya polisi tidur yang ditemui di Jakarta, terlihat bahwa Jakarta bukan merupakan kota yang baik untuk dihidupi. 

No comments:

Post a Comment