Mirza Adrian NP (150 08
040)
Gini Arimbi (150 08 044)
Ditulis untuk artikel di Majalah Cremona 2012
Jalan
merupakan infrastruktur terpenting dalam sistem transportasi darat di
Indonesia. Terjaminnya struktur perkerasan yang baik akan menjamin
keberlangsungan sistem transportasi yang baik pula. Namun, struktur jalan yang
tersedia di dalam sistem transportasi darat ternyata belum mampu untuk memenuhi
standar sehingga sistem transportasi darat di Indonesia tidak bisa memberikan layanan
yang memadai. Akibatnya, terjadi banyak kerugian yang harus ditanggung oleh
pengguna jalan baik secara makro maupun mikro. Secara mikro, kerusakan jalan
menyebabkan kerusakan pada kendaraan dan pengurangan laju kendaraan sehingga
menambah biaya operasi kendaraan dan memperlambat waktu tempuh. Pengaruh ini
akan memperlambat keberjalanan ekonomi secara makro karena memperlambat
perdagangan dan mempengaruhi aksesibilitas barang. Oleh karena itu, kondisi jalan yang baik harus dicapai untuk menghindari
hal-hal ini.
Kerusakan pada struktur jalan terbagi menjadi dua kriteria besar: retak
dan deformasi permanen. Kerusakan retak adalah kerusakan struktur jalan yang
terjadi akibat pelepasan lapisan permukaan dari lapisan bawahnya. Kerusakan ini
terjadi akibat beban tarik yang terjadi di lapisan permukaan melebihi kapasitas
tarik bahan perkerasan. Sementara kerusakan deformasi permanen adalah kerusakan
yang terjadi akibat penurunan permukaan tanah. Kerusakan ini terjadi karena
beban yang diterima oleh jalan tidak mampu dipikul oleh lapisan tanah dasar.
Kerusakan-kerusakan ini terjadi akibat beberapa faktor, antara lain perilaku
pengguna jalan, pengaruh lingkungan, dan pelaksanaan konstruksi struktur
perkerasan jalan. Seluruh faktor tersebut harus direkayasa untuk menjaga
kondisi jalan yang baik.
Perilaku Pengguna Jalan
Perencanaan struktur jalan dilakukan dengan menggunakan beban kendaraan
yang melewati struktur tersebut. Beban ini disebut Equivalent Standard Axle Load (ESAL) atau beban Sumbu Standar.
Beban ini adalah beban per sumbu roda yang diberikan oleh mobil penumpang
kepada struktur jalan yang didefinisikan sebesar 80 kN atau 18000 lbs. Untuk
kendaraan jenis lain yang lebih berat, daya rusak yang diberikan kendaraan
tersebut berlaku metode pangkat empat. Artinya penambahan beban per sumbu roda
dari beban standar mengakibatkan kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara
beban nyata yang bekerja dan beban standar. Peningkatan beban akan merusak
jalan empat kali lipat dari pembebanan normal.
Pemberian
beban di lapangan kepada struktur jalan seringkali tidak sesuai dengan beban yang
direncanakan. Banyak kendaraan, terutama truk, mengangkut beban yang melebihi
beban maksimalnya. Perilaku pengguna jalan ini memperpendek usia layan jalan
dan bahkan mampu membuat deformasi permanen pada struktur jalan. Oleh karena
itu, pengaturan beban yang dapat diangkut oleh kendaraan harus dilakukan dengan
baik dan benar dengan menggunakan jembatan timbang sehingga tidak ada kendaraan
dengan beban yang berlebih yang akan memperpendek usia layan jalan. Jika beban
yang akan diangkut sangat berat, dibutuhkan kendaraan dengan sumbu roda yang
lebih banyak sehingga penyebaran beban per sumbu roda akan lebih merata dan
mengecil, mendekati beban sumbu standar.
Pengaruh Lingkungan
Lingkungan berpengaruh
terhadap stuktur perkerasan jalan dan Indonesia, sebagai negara daerah tropis,
harus memperhatikan faktor ini. Faktor utama dari lingkungan yang berpengaruh
terhadap struktur perkerasan adalah faktor air dan suhu. Pada saat musim hujan,
air yang menggenang di permukaan perkerasan dapat mengelupas lapisan aspal dan
menciptakan lubang. Sementara air yang meresap ke dalam tanah dapat menurunkan
kekuatan tanah untuk menahan beban di atasnya sehingga jalan terdeformasi
secara permanen. Untuk mengatasi hal ini, struktur jalan harus mampu untuk
mengalirkan air dengan cepat. Untuk itu, permukaan jalan didesain memiliki
kemiringan 2% dan dilengkapi dengan saluran air di pinggirnya agar air dapat
segera di alirkan. Akan tetapi, sisi jalan yang seharusnya digunakan untuk
saluran air digunakan untuk bangunan ataupun area perdagangan kaki lima
sehingga saluran air yang ada di pinggir jalan tertutup oleh penggunaan lahan
yang tidak memikirkan kebutuhan umum tersebut. Penertiban penggunaan Ruang
Milik Jalan (Rumija) dan Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) harus dilakukan agar usia
jalan bisa sesuai dengan usia rencana layannya.
Faktor lain
yang berpengaruh terhadap kondisi jalan adalah suhu lingkungan. Suhu yang
tinggi menurunkan Modulus Elastisitas lapisan aspal dan mengurangi kemampuannya
untuk menahan beban tarik yang terjadi akibat beban kendaraan. Desain struktur
perkerasan harus mampu untuk menahan beban lalu lintas dalam kondisi lingkungan
yang berubah-ubah. Dalam tahap desain, perubahan suhu harus diperhatikan dengan
baik agar lapisan aspal yang terpasang bisa menahan beban lalu lintas pada suhu
actual yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tahap perencanaan, kondisi-kondisi
yang berbeda tersebut harus diperhitungkan dan desain perkerasan harus
memperhatikan perubahan elastisitas lapisan aspal dan perubahan kekuatan
lapisan tanah dasar.
Pelaksanaan Konstruksi Struktur Jalan
Struktur perkerasan lentur terdiri dari agregat
yang diikat dengan bitumen. Pengikatan ini akan terjadi secara maksimal jika
volume aspal dan agregat yang tercampur memiliki proporsi yang tepat. Volume
dan rasio ini bergantung pada gradasi agregat yang digunakan. Akan tetapi,
pelaksanaan pencampuran di lapangan tidak selalu sesuai dengan desain. Akibatnya,
pengikatan antara agregat dan bitumen menjadi lemah dan akhirnya memperlemah
kemampuan struktur perkerasan untuk menahan beban lalu lintas. Selain proporsi,
kekuatan struktur perkerasan jalan juga ditentukan pada proses pencampuran
antara bitumen dan agregat. Pencampuran aspal membutuhkan viskositas bitumen
tertentu yang tercapai pada suhu tertentu. Akan tetapi, pada pelaksanaannya di
lapangan, suhu pencampuran tidak terlalu diperhatikan sehingga bitumen yang
dicairkan dicampur sebelum mencapai viskositas rencana. Hal ini disebabkan
karena peralatan yang digunakan dalam pemanasan aspal hanya terdiri dari tong
berisi bitumen dan tungku tanpa alat pengukur suhu. Untuk mengatasi hal ini,
proses pencampuran aspal bisa menggunakan metode pre-mix dimana pencampuran
aspal dilakukan di batching plant
dengan lingkungan yang terkontrol sehingga hasil yang didapat dari pencampuran
aspal bisa sesuai dengan desain yang direncanakan.
Pemeliharaan Jalan
Struktur perkerasan jalan, pada dasarnya, dirancang untuk rusak sesuai
dengan usia layannya. Namun, selama usia layannya, jalan harus dipelihara
secara rutin untuk meningkatkan kemampuan layan struktur perkerasan. Secara
umum, pemeliharaan jalan terdiri dari pemeliharaan rutin dan pemeliharaan
berkala, bergantung pada frekuensi pengerjaannya. Pemeliharaan rutin adalah
pemeliharaan yang dilakukan sepanjang tahun dan meliputi pekerjaan ringan
seperti penambalan dan pembersihan drainase di pinggir jalan. Sementara
pengerjaan pemeliharaan berkala terjadi per lima tahun yang meliputi pekerjaan
overlay lapisan permukaan dan pemarkaan ulang. Pekerjaan pemeliharaan ini mampu
untuk mengembalikan kapasitas struktur perkerasan yang telah terdegradasi oleh
pemakaian normal selama masa layannya ke kapasitas struktur di awal masa layan.
Penutup
Jalan
adalah infrastruktur terpenting dalam system transportasi darat yang disediakan
oleh pemerintah dengan biaya yang didapat dari uang pajak. Oleh karena itu,
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara
jalan agar tetap berfungsi secara optimal. Perencana dan pelaksana konstruksi
jalan berkewajiban untuk mendesain dan membangun jalan dengan baik dan benar.
Sementara, pengguna jalan berkewajiban untuk menggunakan jalan sesuai dengan
perencanaan, baik dari beban yang diangkut maupun penggunaan lahan di sekitar
jalan. Pemeliharaan dan penggunaan jalan yang baik dan benar menuntut
peningkatan rasa kepemilikan bersama agar kita bisa bersama-sama memelihara
fungsi jalan.
No comments:
Post a Comment