Saturday, 14 July 2012

Kerusakan Struktur Jalan


Mirza Adrian NP (150 08 040)
Gini Arimbi (150 08 044)
Ditulis untuk artikel di Majalah Cremona 2012

Jalan merupakan infrastruktur terpenting dalam sistem transportasi darat di Indonesia. Terjaminnya struktur perkerasan yang baik akan menjamin keberlangsungan sistem transportasi yang baik pula. Namun, struktur jalan yang tersedia di dalam sistem transportasi darat ternyata belum mampu untuk memenuhi standar sehingga sistem transportasi darat di Indonesia tidak bisa memberikan layanan yang memadai. Akibatnya, terjadi banyak kerugian yang harus ditanggung oleh pengguna jalan baik secara makro maupun mikro. Secara mikro, kerusakan jalan menyebabkan kerusakan pada kendaraan dan pengurangan laju kendaraan sehingga menambah biaya operasi kendaraan dan memperlambat waktu tempuh. Pengaruh ini akan memperlambat keberjalanan ekonomi secara makro karena memperlambat perdagangan dan mempengaruhi aksesibilitas barang. Oleh karena itu, kondisi jalan yang baik harus dicapai untuk menghindari hal-hal ini.

Kerusakan pada struktur jalan terbagi menjadi dua kriteria besar: retak dan deformasi permanen. Kerusakan retak adalah kerusakan struktur jalan yang terjadi akibat pelepasan lapisan permukaan dari lapisan bawahnya. Kerusakan ini terjadi akibat beban tarik yang terjadi di lapisan permukaan melebihi kapasitas tarik bahan perkerasan. Sementara kerusakan deformasi permanen adalah kerusakan yang terjadi akibat penurunan permukaan tanah. Kerusakan ini terjadi karena beban yang diterima oleh jalan tidak mampu dipikul oleh lapisan tanah dasar. Kerusakan-kerusakan ini terjadi akibat beberapa faktor, antara lain perilaku pengguna jalan, pengaruh lingkungan, dan pelaksanaan konstruksi struktur perkerasan jalan. Seluruh faktor tersebut harus direkayasa untuk menjaga kondisi jalan yang baik.



Perilaku Pengguna Jalan
Perencanaan struktur jalan dilakukan dengan menggunakan beban kendaraan yang melewati struktur tersebut. Beban ini disebut Equivalent Standard Axle Load (ESAL) atau beban Sumbu Standar. Beban ini adalah beban per sumbu roda yang diberikan oleh mobil penumpang kepada struktur jalan yang didefinisikan sebesar 80 kN atau 18000 lbs. Untuk kendaraan jenis lain yang lebih berat, daya rusak yang diberikan kendaraan tersebut berlaku metode pangkat empat. Artinya penambahan beban per sumbu roda dari beban standar mengakibatkan kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara beban nyata yang bekerja dan beban standar. Peningkatan beban akan merusak jalan empat kali lipat dari pembebanan normal.

Pemberian beban di lapangan kepada struktur jalan seringkali tidak sesuai dengan beban yang direncanakan. Banyak kendaraan, terutama truk, mengangkut beban yang melebihi beban maksimalnya. Perilaku pengguna jalan ini memperpendek usia layan jalan dan bahkan mampu membuat deformasi permanen pada struktur jalan. Oleh karena itu, pengaturan beban yang dapat diangkut oleh kendaraan harus dilakukan dengan baik dan benar dengan menggunakan jembatan timbang sehingga tidak ada kendaraan dengan beban yang berlebih yang akan memperpendek usia layan jalan. Jika beban yang akan diangkut sangat berat, dibutuhkan kendaraan dengan sumbu roda yang lebih banyak sehingga penyebaran beban per sumbu roda akan lebih merata dan mengecil, mendekati beban sumbu standar.


Pengaruh Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap stuktur perkerasan jalan dan Indonesia, sebagai negara daerah tropis, harus memperhatikan faktor ini. Faktor utama dari lingkungan yang berpengaruh terhadap struktur perkerasan adalah faktor air dan suhu. Pada saat musim hujan, air yang menggenang di permukaan perkerasan dapat mengelupas lapisan aspal dan menciptakan lubang. Sementara air yang meresap ke dalam tanah dapat menurunkan kekuatan tanah untuk menahan beban di atasnya sehingga jalan terdeformasi secara permanen. Untuk mengatasi hal ini, struktur jalan harus mampu untuk mengalirkan air dengan cepat. Untuk itu, permukaan jalan didesain memiliki kemiringan 2% dan dilengkapi dengan saluran air di pinggirnya agar air dapat segera di alirkan. Akan tetapi, sisi jalan yang seharusnya digunakan untuk saluran air digunakan untuk bangunan ataupun area perdagangan kaki lima sehingga saluran air yang ada di pinggir jalan tertutup oleh penggunaan lahan yang tidak memikirkan kebutuhan umum tersebut. Penertiban penggunaan Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) harus dilakukan agar usia jalan bisa sesuai dengan usia rencana layannya. 

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kondisi jalan adalah suhu lingkungan. Suhu yang tinggi menurunkan Modulus Elastisitas lapisan aspal dan mengurangi kemampuannya untuk menahan beban tarik yang terjadi akibat beban kendaraan. Desain struktur perkerasan harus mampu untuk menahan beban lalu lintas dalam kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Dalam tahap desain, perubahan suhu harus diperhatikan dengan baik agar lapisan aspal yang terpasang bisa menahan beban lalu lintas pada suhu actual yang terjadi. Oleh karena itu, dalam tahap perencanaan, kondisi-kondisi yang berbeda tersebut harus diperhitungkan dan desain perkerasan harus memperhatikan perubahan elastisitas lapisan aspal dan perubahan kekuatan lapisan tanah dasar.


Pelaksanaan Konstruksi Struktur Jalan
Struktur perkerasan lentur terdiri dari agregat yang diikat dengan bitumen. Pengikatan ini akan terjadi secara maksimal jika volume aspal dan agregat yang tercampur memiliki proporsi yang tepat. Volume dan rasio ini bergantung pada gradasi agregat yang digunakan. Akan tetapi, pelaksanaan pencampuran di lapangan tidak selalu sesuai dengan desain. Akibatnya, pengikatan antara agregat dan bitumen menjadi lemah dan akhirnya memperlemah kemampuan struktur perkerasan untuk menahan beban lalu lintas. Selain proporsi, kekuatan struktur perkerasan jalan juga ditentukan pada proses pencampuran antara bitumen dan agregat. Pencampuran aspal membutuhkan viskositas bitumen tertentu yang tercapai pada suhu tertentu. Akan tetapi, pada pelaksanaannya di lapangan, suhu pencampuran tidak terlalu diperhatikan sehingga bitumen yang dicairkan dicampur sebelum mencapai viskositas rencana. Hal ini disebabkan karena peralatan yang digunakan dalam pemanasan aspal hanya terdiri dari tong berisi bitumen dan tungku tanpa alat pengukur suhu. Untuk mengatasi hal ini, proses pencampuran aspal bisa menggunakan metode pre-mix dimana pencampuran aspal dilakukan di batching plant dengan lingkungan yang terkontrol sehingga hasil yang didapat dari pencampuran aspal bisa sesuai dengan desain yang direncanakan.


Pemeliharaan Jalan
Struktur perkerasan jalan, pada dasarnya, dirancang untuk rusak sesuai dengan usia layannya. Namun, selama usia layannya, jalan harus dipelihara secara rutin untuk meningkatkan kemampuan layan struktur perkerasan. Secara umum, pemeliharaan jalan terdiri dari pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala, bergantung pada frekuensi pengerjaannya. Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang dilakukan sepanjang tahun dan meliputi pekerjaan ringan seperti penambalan dan pembersihan drainase di pinggir jalan. Sementara pengerjaan pemeliharaan berkala terjadi per lima tahun yang meliputi pekerjaan overlay lapisan permukaan dan pemarkaan ulang. Pekerjaan pemeliharaan ini mampu untuk mengembalikan kapasitas struktur perkerasan yang telah terdegradasi oleh pemakaian normal selama masa layannya ke kapasitas struktur di awal masa layan.


Penutup
Jalan adalah infrastruktur terpenting dalam system transportasi darat yang disediakan oleh pemerintah dengan biaya yang didapat dari uang pajak. Oleh karena itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kewajiban untuk menjaga dan memelihara jalan agar tetap berfungsi secara optimal. Perencana dan pelaksana konstruksi jalan berkewajiban untuk mendesain dan membangun jalan dengan baik dan benar. Sementara, pengguna jalan berkewajiban untuk menggunakan jalan sesuai dengan perencanaan, baik dari beban yang diangkut maupun penggunaan lahan di sekitar jalan. Pemeliharaan dan penggunaan jalan yang baik dan benar menuntut peningkatan rasa kepemilikan bersama agar kita bisa bersama-sama memelihara fungsi jalan.


No comments:

Post a Comment