Thursday 27 November 2014

Get Rich or Die Tryin’

Oleh Mirza Adrian NP
27 November 2014

Judul tulisan ini diambil dari nama album perdana 50 Cent yang keluar pada tahun 2003. Sejujurnya saya tidak terlalu suka dengan hip-hop jenis ini karena menurut saya liriknya terlalu monoton dengan terus mengusung kekerasan dan gaya hidup seorang “gangsta” yang bergelimang harta. Namun di tengah kemacetan Jakarta, judul album ini muncul di pikiran saya sebagai sebuah konsekuensi logis dari sistem sosial yang berjalan di negara ini. Seruan Get rich or die tryin’ (menjadi kaya atau mati berusaha) adalah reaksi logis pada individu yang berada didalam masyarakat yang menganut Darwinisme sosial sebagai sistem sosial. Pada masyarakat yang demikian, satu-satunya jalan agar individu bisa berjaya adalah dengan menjadi kaya sementara individu yang miskin akan mati digilas oleh mereka yang kaya.

Dari pengalaman saya, Indonesia adalah negara paling liberal yang pernah saya lihat. Di negara ini, prinsip Laissez-Faire dirangkul sepenuhnya sebagai sistem sosial sehingga setiap orang ditinggalkan untuk berjuang demi hidupnya sendiri. Intervensi pemerintah untuk menjamin standar minimal kesejahteraan sosial hampir tidak ada atau, jika ada, tidak berjalan. Sehingga setiap individu dipaksa untuk menjamin sendiri semua sumber daya yang dia butuhkan untuk keberlangsungan hidup dirinya dan keluarganya. Artinya, setiap orang harus mempersiapkan sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi pangan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi tanpa bisa mengharapkan bantuan dari pihak manapun. Atau dengan kata lain, dilarang miskin di Jakarta karena setiap orang diwajibkan untuk menjadi kaya. Jika individu tersebut miskin, maka dia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sehingga untuk bertahan hidup dia harus terus berusaha hingga dia menjadi cukup kaya untuk memenuhi semua kebutuhannya atau hingga dia mati – sesuai dengan judul album 50 Cent: Get Rich or Die Tryin’.


Perasaan inilah yang sedang saya alami sekarang. Di tengah keramaian Jakarta yang sudah tidak wajar ini, saya sedang berusaha untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan Istri saya. Namun, hingga sekarang, terdapat banyak keraguan mengenai pemenuhan kebutuhan saya di masa depan.


*******

Di antara semua keraguan saya, keraguan terbesar adalah pemenuhan kebutuhan akan rumah tinggal. Dengan pertumbuhan populasi yang tidak dikendalikan dan pertumbuhan ekonomi yang melaju kencang (setidaknya di Jakarta dan sekitarnya) kenaikan harga rumah adalah konsekuensi logis dari hukum dasar ekonomi, yaitu hukum persediaan dan permintaan. Ditambah lagi, dengan adanya keyakinan akan kenaikan harga di masa depan, pengembang menjadi tidak ragu dengan menaikkan harga rumah di atas harga wajar karena pembeli pun beranggapan bahwa harga yang mereka bayarkan akan menjadi laba di masa depan. Belum lagi, banyak orang yang menggunakan properti sebagai alat investasi sehingga banyak orang yang membeli rumah dengan tujuan untuk dijual lagi di masa depan. Melalui proses yang sah di dalam pasar itu, kenaikan harga rumah menjadi sangat besar. Bahkan, rata-rata harga properti di Jabodetabek naik hampir 100% dari tahun 2002. Uniknya, kenaikan terbesar terjadi pada properti kecil dengan kenaikan sebesar 140% dari tahun 2002 (data historis kenaikan harga properti dapat dilihat di Gambar 1).

Data diambil dari Consumer Price Index yang disusun oleh Bank Indonesia
Gambar 1. Grafik Kenaikan Harga Properti di Indonesia

Dampak dari kenaikan ini adalah ketidakterjangkauan harga rumah di Jakarta bagi mereka yang baru bekerja sejak 5 tahun lalu. Pasalnya, ledakan harga properti yang selama ini terjadi di Jakarta dan sekitarnya menyebabkan kenaikan gaji dan harga rumah menjadi tidak seimbang dengan laju kenaikan harga rumah selalu berada di depan laju kenaikan gaji. Dengan demikian, dapat dipastikan banyak orang yang saat ini berusia di bawah 30 tahun tidak bisa memiliki rumah di Jakarta kecuali rumah tersebut merupakan harta warisan. Dengan peraturan Bank Indonesia yang mengharuskan pembeli pertama untuk membayar 30% dari harga rumah sebagai uang muka, pembeli rumah harus menyiapkan uang sekitar Rp. 200 juta untuk membeli rumah di daerah Jakarta. Sementara, rata-rata gaji karyawan yang baru lulus kuliah adalah sekitar Rp 5 juta. Jika kita asumsikan jumlah uang yang ditabung mengikuti Gross Savings Rate tahun 2012 sebesar 31%, jumlah penghasilan yang ditabung per bulan adalah Rp. 1,55 juta. Jika kita juga mengasumsikan kenaikan gaji 10% per tahun dan jumlah tabungan konstan pada 31%, untuk memenuhi kebutuhan uang muka pembelian rumah, dibutuhkan waktu sekitar 8 tahun. Sementara  jika kita mengacu pada data properti sebelumnya dan berasumsi kenaikan linier  dalam 8 tahun tersebut, harga rumah sudah naik 60%. sehingga uang muka yang harus dibayar juga naik menjadi Rp. 320 juta. Dari perhitungan demikian, saya menyimpulkan bahwa kepemilikan rumah menjadi hal yang sangat sulit - bahkan mendekati tidak mungkin - bagi banyak orang di Jakarta.

Solusi kebanyakan orang untuk permasalahan ini adalah dengan membeli rumah di pinggiran kawasan Jabodetabek dimana harga rumah masih terjangkau. Namun pilihan ini tentunya memiliki dampak negatif berupa peningkatan jarak perjalanan harian untuk menuju kantor. Jika tidak didukung oleh pembangunan infrastruktur transportasi yang memadai, hal ini akan berdampak pada penurunan kualitas hidup dan penambahan biaya transportasi yang terjadi karena penambahan waktu yang dihabiskan setiap harinya untuk mengantre di kemacetan Jakarta. Tapi tentunya pilihan ini merupakan satu-satunya pilihan yang bisa diambil jika uang yang dimiliki tidak memadai untuk mengambil pilihan lain.

*******

Pada akhirnya saya menyimpulkan, di antara semua kegelisahan saya, kehidupan akan terus berjalan karena kunci dari kesuksesan kita sebagai spesies adalah kemampuan untuk bertahan hidup. Pada kondisi terberat sekali pun, hidup akan menemukan jalan. Tapi tentunya, bagi saya, keberjalanan hidup saya di masa depan tidak akan berjalan dengan mulus. Akan selalu ada tantangan yang harus diusahakan untuk mengatasi kehidupan. Karena selamanya manusia akan berkebutuhan dan selamanya manusia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Karena pilihannya hanya dua: Get rich, or die tryin'


No comments:

Post a Comment